Orang-orang yang tidak sependapat dengan amalan warga NU biasanya membidahkan amalan warga
Nahdliyin dengan dalil sebagai berikut:
- Barangsiapa
menimbulkan sesuatu yang baru dalam urusan (agama) kita yang bukan dari
ajarannya maka tertolak. (HR. Bukhari)
- Sesungguhnya ucapan yang paling benar
adalah Kitabullah, dan sebaik-baik jalan hidup ialah jalan hidup Muhammad,
sedangkan seburuk-buruk urusan agama ialah yang diada-adakan. Tiap-tiap
yang diada-adakan adalah bid'ah, dan tiap bid'ah adalah sesat, dan tiap
kesesatan (menjurus) ke neraka. (HR. Muslim)
- Apabila
kamu melihat orang-orang yang ragu dalam agamanya dan ahli bid'ah sesudah
aku (Rasulullah Saw.) tiada maka tunjukkanlah sikap menjauh (bebas) dari
mereka. Perbanyaklah lontaran cerca dan kata tentang mereka dan kasusnya.
Dustakanlah mereka agar mereka tidak makin merusak (citra) Islam. Waspadai
pula orang-orang yang dikhawatirkan meniru-niru bid'ah mereka. Dengan
demikian Allah akan mencatat bagimu pahala dan akan meningkatkan derajat
kamu di akhirat. (HR. Ath-Thahawi)
- Kamu
akan mengikuti perilaku orang-orang sebelum kamu sejengkal demi sejengkal
dan sehasta demi sehasta, sehingga kalau mereka masuk ke lubang biawak pun
kamu ikut memasukinya. Para sahabat lantas bertanya, "Siapa 'mereka'
yang baginda maksudkan itu, ya Rasulullah?" Beliau menjawab,
"Orang-orang Yahudi dan Nasrani." (HR. Bukhari)
- Tiga
perkara yang aku takuti akan menimpa umatku setelah aku tiada: kesesatan
sesudah memperoleh pengetahuan, fitnah-fitnah yang menyesatkan, dan
syahwat perut serta seks. (Ar-Ridha)
- Barangsiapa
menipu umatku maka baginya laknat Allah, para malaikat dan seluruh
manusia. Ditanyakan, "Ya Rasulullah, apakah pengertian tipuan umatmu
itu?" Beliau menjawab, "Mengada-adakan amalan bid'ah, lalu melibatkan
orang-orang kepadanya." (HR. Daruquthin dari Anas).
Setelah kita membaca hadits-hadits di atas Coba saudara cermati lagi.
Telah kami terangkan bahwa kami umat Islam Ahlussunnah Wal Jamaah sangat
menolak bid'ah dhalalah, persis dengan hadits2 di atas, yaitu menolak perilaku
menciptakan ibadah baru yang bertentangan dengan ajaran Syariat Islam,
contohnya pelaksanaan Doa Bersama Muslim non Muslim, karena perilaku itu
bertentangan dengan Alquran, falaa taq'uduu ma'ahum hatta yakhudhuu fi
hadiitsin ghairih (janganlah kalian duduk dengan mereka -non muslim dalam
ritualnya- hingga mereka membicarakan pembahasan lain -yang bukan ritual). Serta dalil lakum diinukum wa liadiin, bagimu agamamu dan bagiku
agamaku. Jadi jelaslah, perilaku “Doa Bersama Muslim non Muslim” ini ini jelas-jelas bid'ah dhalalah, tidak ada
tuntunannya sedikitpun di dalam Islam. Tetapi tentang bid'ah hasanah semisal
ritual tahlilan atau kirim doa untuk mayit, pasti tetap kami laksanakan, karena
tidak bertentangan dengan syariat Islam,
bahkan ada
perintahnya baik dari Alquran maupun Hadits. Perlu diketahui, yang dimaksud ritual Tahlilan itu, adalah
dimulai dengan
- Mengumpulkan masyarakat untuk hadir di majlis dzikir dan taklim,
tidakkah ini sunnah Nabi? Hadits masyhur : idza marartum bi riyaadhil
jannah farta'uu, qaluu wamaa riyadhul jannah ya rasulullah? Qaala hilaqud
dzikr (Jika kalian mendapati taman sorga, maka masuklah, mereka bertanya,
apa itu (riyadhul jannah) taman sorga, wahai Rasulullah? Beliau menjawab :
majlis dzikir).
- Membaca surat Alfatihah, tidakkah baca
Alfatihah ini perintah syariat ?
- Baca
surat Yasin, tidakkah baca Yasin juga perintah syariat ?
- Baca
Al-ikhlas, Al-alaq-Annaas, tidakkah Allah berfirman faqra-u ma tayassara
minal quran (bacalah apa yang mudah/ringan dari ayat Alquran).
- Baca
subhanallah, astaghfirullah, shalawat Nabi, kalimat thayyibah lailaha illallah
muhammadur rasulullah.
- Doa
penutup.
- Lantas
tuan rumah melaksanakan ikramud dhaif, menghormati tamu sesuai dengan
kemampuannya.
Tentunya dalam masalah ini
sangat bervariatif sesuai dengan tingkat kemampuannya, tak ubahnya saat
Akhi/keluarga Akhi melaksnakan pernikahan dengan suguhan untuk tamu, yang
disesuaikan dengan kemampuan tuan rumah.
Nah, jika amalan2 ini dikumpulkan dalam satu tatanan acara, maka itulah
yang dinamakan tahlilan, sekalipun Nabi tidak pernah mengamalkan tahlilan model
Indonesia ini, namun setiap komponen dari ritual tahlilan adalah mengikuti
ajaran Nabi saw. maka yang demikian inilah yang dinamakan dengan BID'AH
HASANAH.
Siapa kira-kira yang memulai Bid’ah Hasanah ini? Tiada lain adalah
Khalifah ke dua, Sahabat Umar bin Khatthab, tatkala beliau tahu bahwa Nabi
mengajarkan shalat sunnah Tarawih 20 rakaat di bulan Ramadhan. Namun Nabi saw.
melaksanakannya di masjid dengan sendirian, setelah beberapa kali beliau
lakukan, lantas ada yang ikut jadi makmum, kemudian Nabi melaksnakan 8 rakaat
di masjid, selebihnya dilakukan di rumah sendirian. Demikian pula para sahabatpun
mengikuti perilaku ini, hingga pada saat kekhalifahan Sahabat Umar, beliau
berinisiatif mengumpulkan semua masyarakat untuk shalat Tarawih dengan
berjamaah, dilaksanakan 20 rakaat penuh di dalam masjid Nabawi, seraya berkata
: Ni'matil bid'atu haadzihi (sebaik-baik bid’ah adalah ini = pelaksanaan
tarawih 20 rakaat dengan berjamaah di dalam masjid sebulan penuh). Bid'ahnya sahabat
Umar ini terus berjalan hingga saat ini, malahan yang melestarikan adalah
tokoh-tokoh Saudi Arabia seperti kita
lihat sampai saat ini bahwa di Masjidil Haram tarawih berjama’ah 20 rokaat sebulan
penuh, sekaligus dengan mengkhatamkan Qur’an. Hal ini sama lestarinya dengan
bid'ahnya para Wali songo yang mengajarkan
tahlilan di masyarakat Muslim Indonesia. Jadi baik Sahabat Umar dan pelanjut
shalat tarawih di masjid-masjid di seluruh dunia, maupun para Walisongo dengan
para pengikutnya umat Islam Indonesia, adalah pelaku BID'AH HASANAH, yang dalam
hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Muslim disebut : Man sanna fil Islami
sunnatan hasanatan, fa lahu ajruha wa ajru man amila biha bakdahu min ghairi an
yangkusha min ujurihim syaik (Barangsiapa yang memberi contoh sunnatan
hasanatan (perbuatan baru yang baik) di dalam Islam (yang tidak bertentangan
dengan syariat), maka ia akan mendapatkan pahalanya dan kiriman pahala dari
orang yang mengamalkan ajarannya, tanpa mengurangi pahala para pengikutnya
sedikit pun.
Jadi sangat jelas baik sahabat Umar maupun para Wali songo telah
mengumpulkan pundi-pundi pahala yang sangat banyak dari kiriman pahala umat
Islam yang mengamalkan ajaran Bid'ah Hasanahnya beliau-beliau itu. Baik itu
berupa Bid'ahnya Tarawih Berjamaah maupun Bid'ahnya Tahlilan dan amalan baik
umat Islam yang lainnya.
CONTOH-CONTOH BID’AH HASANAH
Setelah
baginda Nabi saw. wafat pun amal-amal perbuatan baik yang baru tetap dilakukan.
Umat islam mengakuinya berdasar dalil-dalil yang shahih. Simak berbagai contoh
berikut,
1. Pembukuan al Qur’an.
Sejarah pengumpulan ayat-ayat Al-Qur’an. Bagaimana sejarah penulisan ayat-ayat
al Qur’an. Hal ini terjadi sejak era sahabat Abubakar, Umar bin Khattab dan
Zaid bin Tsabit ra. Kemudian oleh sahabat Ustman bin ‘Affan ra. Jauh setelah
itu kemudian penomoran ayat/ surat, harakat tanda baca, dll.
2. Sholat tarawih seperti saat ini. Khalifah Umar
bin Khattab ra yang mengumpulkan kaum muslimin dalam shalat tarawih berma’mum
pada seorang imam. Pada perjalanan berikutnya dapat ditelusuri perkembangan
sholat tarawih di masjid Nabawi dari masa ke masa
3. Modifikasi yang dilakukan
oleh sahabat Usman Bin Affan ra dalam pelaksanaan sholat Jum’at. Beliau memberi
tambahan adzan sebelum khotbah Jum’at.
4. Pembukuan hadits beserta pemberian derajat
hadits shohih, hasan, dlo’if atau ahad. Bagaimana sejarah pengumpulan dari hadits satu ke hadits lainnya.
Bahkan Rasul saw. pernah melarang menuliskan hadits2 beliau karena takut bercampur
dengan Al Qur’an. Penulisan hadits baru digalakkan sejak era Umar ibn Abdul
Aziz, sekitar abad
ke 10 H.
5. Penulisan sirah Nabawi.
Penulisan berbagai kitab nahwu saraf, tata bahasa Arab, dll. Penulisan kitab
Maulid. Kitab dzikir, dll
6. Saat ini melaksanakan
ibadah haji sudah tidak sama dengan zaman Rasul saw. atau para sahabat dan
tabi’in. Jamaah haji tidur di hotel berbintang penuh fasilitas kemewahan, tenda
juga diberi fasiltas pendingin untuk yang haji plus, memakai mobil saat menuju
ke Arafah, atau kembali ke Mina dari Arafah dan lainnya.
7. Pendirian
Pesantren dan Madrasah serta TPQ-TPQ yang dalam pengajarannya dipakai sistem
klasikal.
dan masih banyak contoh-contoh lain.
dan masih banyak contoh-contoh lain.
No comments:
Post a Comment